Selasa, 10 Juni 2014

Semangat Merah Putih SDN Kuru

Jam menunjukan pukul 07.30 WITA, satu persatu murid SDN Kuru mulai berdatangan. Rata-rata jarak tempuh dari rumah ke sekolah mereka tidak terlalu jauh. Semua murid baru saja menyelesaikan ujian sekolah. Pagi itu, Senin (9/6/14), mereka tidak terlalu disibukan dengan pelajaran. Siswa kelas tiga dan empat melanjutkan tugas praktek untuk melengkapi persyaratan ujian kenaikan kelas. 

Tidak lama kemudian dua orang guru muncul. Anak-anak mengambil sapu dan mulai membersihkan ruang kelas dan halaman. Sementara yang lain memungut batu-batu kecil dan disusun rapi pada tepi dinding kelas. Kemudian spontan mereka membentuk barisan yang diikuti dengan pengarahan dari seorang guru dan ditutup dengan doa. Para muridpun mulai memasuki ruang kelas masing-masing secara teratur.

Diruang kelas satu yang berdinding pelepah lontar, Visencia Menge (26), seorang guru honor sedang memberikan soal ujian ulang bagi murid yang nilainya kurang.
"Saya sudah bertugas disekolah ini selama satu setengah tahun", kata Visencia. SDN Kuru sampai saat ini memiliki lima orang guru PNS dan tiga orang guru honor. "Saya dan teman guru honor lain digaji dari uang komite, gaji kami kadang hanya cukup untuk makan saja", tutur Vicensia. 

Pembangunan sekolah dimulai dari warga Dusun Kuru secara swadaya. Fisik bangunan dibuat dengan apa adanya. Dinding dibuat dari pelepah daun lontar, atap dibuat dari alang-alang. Terdapat empat ruang kelas dan satu ruang Kepala Sekolah berlantai tanah. Semuanya tanpa daun pintu dan jendela.

Inilah kondisi SDN Kuru, sebuah sekolah negeri yang berada di Dusun Kuru, Desa Totomala, Kecamatan Wolowae, Kabupaten Nagekeo NTT. Sekolah ini terletak dilereng bukit jalan utara sekitar 20km dari Mbay, Ibukota Kabupaten Nagekeo. Perjalanan SDN Kuru dimulai sejak diresmikan oleh Bupati Nagekeo, Drs.Yohanes Samping Aoh pada Juli 2010. Sebelumnya hanya sebagai sekolah jauh yang menginduk di SDI kobakua.

"Kondisi ini lebih parah lagi bila musim hujan", ungkap Mathias Misa (52), Kepala Sekolah SDN Kuru. Ruang kelas semuanya berlumpur. Ruangan Kepala Sekolah sama sekali tidak bisa terpakai. "Untung tahun 2012 lalu ada pembangunan gedung Kober (Kelompok Bermain) dari dana BOS sehingga bisa dipakai untuk ruang guru", lanjutnya. Walaupun dengan kondisi yang serba terbatas, sampai saat ini SDN Kuru memiliki 64 murid dari kelas satu sampai kelas empat dengan uang sekolah serta biaya komite ditetapkan Rp.375.000/anak untuk satu tahun.

 "Pada saat penerimaan raport hari Jumad nanti kita akan rapat bersama orang tua murid untuk membangun satu ruang kelas lagi", tutur Mathias. Menurut cerita Kepala Sekolah yang telah bertugas sejak tahun 2013 ini, Bupati periode 2009-2010, Yohanes S.Aoh, pernah berjanji akan membangun gedung sekolah permanen. Namun, kata Mathias, sampai saat ini belum direalisasi. "Beginilah kondisi sekolah ini, dari tahun 2012 rencana pembangunan hanya tinggal janji. 

Generasi merah putih SDN Kuru seakan sudah terbiasa dengan kondisi yang serba terbatas. Semangat mereka telah dibuktikan dengan beberapa prestasi yang diraih. Pada perlombaan menyambut Hardiknas 2014, sekolah ini berhasil meraih juara dua lomba cerdas cermat tingkat Kecamatan Wolowae. Selain itu, prestasi olahraga dicabang bulu tangkis berhasil diraih salah satu siswa kelas empat. Semangat merah putih tak pernah luntur di SDN Kuru.
Foto&Teks by. Yanto Mana Tappi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berkomentar