Senin, 21 Oktober 2013

"Lure" Primadona Marapokot dibulan gelap


   Mentari baru terjaga dari tidur panjang ketika puluhan orang berkumpul dipantai Marapokot. Masih nampak wajah yang menyimpan rasa kantuk. Sang balita masih terlelap dalam gendongan. Sekelompok orang larut dalam obrolan santai, sesekali menguap lebar disertai tawa ringan.
Sementara yang lain hanya menatap kosong kearah laut, sembari berharap rejeki kali ini sesuai yang diharapkan. Puluhan gentong plastik masih kosong.

Dari arah laut terdengar deru mesin perahu kecil. Perlahan-lahan,perahu itupun menepi. Sambil menyeret gentong dan ember besar, belasan orang berlomba ke arah perahu. Tak ketinggalan para ibu dan anak-anak. Dalam sekejap, isi perahu berpindah kedalam gentong dan ember mereka. Mentari belum sempurna bersinar, ketika semuanya bergerak cepat. Hanya beberapa gentong yang digotong  kepantai. Yang lain masih berputar-putar disekitar perahu sambil menyeret ember kosong.



"Beginilah bang, kalau bulan gelap ikan susah,' keluh seorang bapak disamping saya. Cerita sang bapak, sudah hampir dua minggu terakhir ikan yang didapat hanya sedikit. Kebanyakan ikan teri atau dalam bahasa lokal lebih dikenal dengan ikan lure. Ada juga beberapa nelayan yang dapat ikan-ikan besar, tapi tidak seberapa,' lanjutnya. Pesisir Marapokot terletak diwilayah pantai utara kabupaten Nagekeo. Berbeda dengan pantai selatan, pantai utara Nagekeo lebih didominasi pantai berpasir, sehingga tidak banyak ikan-ikan karang seperti dipantai selatan. Dari cerita para nelayan, untuk mendapatkan ikan-ikan besar mereka harus bertolak jauh ke lautan. 
Seiring mentari meninggi, satu dua perahu bermunculan ditepi pantai. Tidak jauh berbeda dengan perahu sebelumnya,gentong dan ember kembali terisi ikan lure. Nampak beberapa wajah kecewa kembali ke pantai dengan ember kosong."Lagi-lagi luter, mau jual apa kita,' keluh seorang pedagang ikan. Ternyata istilah luter merupakan singkatan dari lure-terus." Begini sudah om,dua minggu kita jual lure tidak ada orang mau beli,' lanjutnya.



Dari salah satu perahu, seorang nelayan menurunkan beberapa ekor ikan kakap berukuran sedang. Begadang semalam dengan tali pancing cukup membawa berkah baginya. Namun, ini belum menjadi rejeki bagi para pedagang ikan. Pasalnya, harga kakap yang dipatok oleh pemancing terasa mahal. 
Berbeda dengan pengakuan beberapa ibu. Bagi mereka, musim lure memberi rejeki tersendiri. Lure-lure akan dikeringkan dan dijual kepada pengumpul. Rata-rata sekilo dijual dengan harga 25 ribu rupiah. Tidak butuh proses yang panjang dari mengeringkan sampai dijual. Lure yang dibeli pagi ini langsung dikeringkan dirak pengeringan. Sekitar jam tiga sore lure sudah bisa disimpan dalam karung dan siap dijual. Rata-Rata harga beli lure basah segentong 120 ribu sampai 150 ribu rupiah. Dari hasil segentong lure basah bisa menghasilkan 10 kilogram lure kering.


"Lure disini sangat bagus pak, bisa disimpan sampai satu tahun,' ungkap Abdulah,salah satu pengusaha lure. Disini kami tidak pakai garam untuk pengawetan, makanya banyak orang yang datang beli lure Marapokot,' lanjutnya sembari mengatur lure-lure dirak pengeringan. Kata Abdulah, usaha lurenya hanya dilakukan musiman. Alasannya, rata-rata semua nelayan masih tergantung pada alam. 
Dalam periode musim bulan gelap, perairan pantai utara lebih didominasi ikan lure. 
Sedangkan pada musim bulan terang, Abdulah dan nelayan lain akan lebih konsentrasi pada ikan-ikan mancing.
Pagi ini, lebih dari tiga puluh gentong dan ember terisi penuh ikan lure. Perlahan pantai mulai ditinggalkan. Tidak menunggu lama, lure dari gentong beralih tempat ke rak pengeringan. Sebagian ada yang memasukan dalam kantong plastik untuk dibawa pulang. "Lumayan buat ikan sayur,' ucap Abdulah.

Photo & teks : Yanto Mana Tappi